Menilai Sebuah Kejujuran
KEJUJURAN adalah tanda bukti
keimanan. Orang mukmin pasti jujur. Kalau tidak jujur, keimanannya sedang
diserang penyakit munafik.
Suatu ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah
SAW: “Apakah mungkin seorang mukmin itu kedekut?”
Baginda menjawab: “Mungkin saja.” Sahabat bertanya lagi:
“Apakah mungkin seorang mukmin bersifat pengecut?” Rasulullah SAW menjawab:
“Mungkin saja.” Sahabat bertanya lagi: “Apakah mungkin seorang mukmin
berdusta?” Rasulullah SAW menjawab: “Tidak.” (HR Imam Malik dalam kitab
Al-Muwaththa’)
Apa yang boleh dipelajari daripada hadis ini ialah seorang
mukmin tidak mungkin melakukan pembohongan.
Kejujuran adalah pangkal semua perbuatan baik manusia.
Tidak ada perbuatan dan ucapan baik kecuali kejujuran.
Oleh sebab itu, Allah menyuruh orang-orang mukmin agar
selalu berkata benar dan berlaku jujur. Ini diperintah oleh Allah melalui
firman-Nya yang bermaksud:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang jujur dan benar. (al-Ahzab: 70)
Rasulullah SAW bersabda:
“Kamu semua wajib bersikap jujur kerana kejujuran akan
membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada syurga”. (HR Ahmad,
Muslim, at-Tirmizi, Ibnu Hibban)
Kejujuranlah yang menjadikan Ka’b bin Malik mendapat
keampunan langsung dari langit sebagaimana Allah jelaskan dalam surah
at-Taubah. Kejujuranlah yang menyelamatkan bahtera kebahagiaan keluarga dan
kejujuran pulalah yang menyelamatkan seorang Muslim daripada seksa api neraka
di kemudian hari.
Kejujuran adalah tiang agama, sendi akhlak, dan pokok
kemanusiaan manusia. Tanpa kejujuran, agama tidak lengkap, akhlak tidak
sempurna, dan seorang manusia tidak sempurna menjadi manusia.
Di sinilah pentingnya kejujuran bagi kehidupan. Rasulullah
SAW bersabda:
“Tetap berpegang eratlah pada kejujuran. Walau kamu
seakan-akan melihat kehancuran dalam berpegang teguh pada kejujuran, tapi
yakinlah bahwa di dalam kejujuran itu terdapat keselamatan.” (HR Abu Dunya)
Ada tiga tingkatan kejujuran :
- Pertama,
kejujuran dalam ucapan, yaitu kesesuaian ucapan dengan realiti.
- Kedua,
kejujuran dalam perbuatan, yaitu kesesuaian antara ucapan dan perbuatan.
- Ketiga,
kejujuran dalam niat, yaitu kejujuran tertinggi di mana ucapan dan
perbuatan semuanya hanya untuk Allah.
Seorang mukmin tidak cukup hanya jujur dalam ucapan dan
perbuatan, tapi harus jujur dalam niat sehingga semua ucapan, perbuatan,
tindakan dan keputusan harus berlandaskan mencari keredaan Allah.
Jelaslah kejujuran memainkan peranan penting dalam
kehidupan seorang Islam yang ingin mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Seorang yang jujur tidak akan berdolak-dalik apatah lagi
bermain kata-kata apabila berhadapan dengan sesuatu perkara.
Jika dia berada di pihak yang benar sudah pasti dia tidak
akan takut untuk menzahirkan kejujuran atas keyakinan bahawa kebenaran pasti
mengalahkan kebatilan.
Kejujuran inilah yang mendorong Umar Ibnul-Khattab
memiliki tanggung jawab luar biasa dalam memerintah khilafah Islamiyah sehingga
pernah berkata, “Seandainya ada seekor keledai terperosok di Baghdad (padahal
beliau berada di Madinah), pasti Umar akan ditanya kelak: “Mengapa tidak kau
ratakan jalan untuknya?”
Bangsa yang tak henti-hentinya diterpa musibah dan krisis
sangat memerlukan manusia-manusia jujur, baik dalam ucapan, perbuatan, mahupun
niat.
Post a Comment
Asalamualaikum, wr, wb
Siapa aja bisa beri komentar asal isinya positif dan tidak ada unsur maksiatnya.